Sabtu, 28 April 2012

PENTINGNYA PEMAHAMAN IMPLEMENTASI HASIL AMANDEMEN UUD 1945 DALAM UNDANG-UNDANG NO 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH BAGI CALON GURU PKN


BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Sejak proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, kebijakan desentralisasi telah mengalami beberapa kali perubahan yang ditandai dengan pasang surutnya derajat desenralisasi pemerintahan. Perubahan kebijakan desentralisasi ini menandai pula arah pendulum yang sering kali berubah antara structural efficiency model dan local democracy model. Era reformasi telah mencatat arah pendulum menuju  local democracy model sesuai semangat yang dikedepankan dalam UU Nomor 22 tahun 1999. UU tersebutt telah diganti dengan UU Nomor 32 tahun 2004 yang berusaha mempertemukan semangat efisiensi dan demokrasi, namun semagat local democracy model masih nampak dominan pengaruh tentang Pilkada langsung.
Sebagai calon guru PKn kita harus mengerti dan memhami tentang Pemerintahan Daerah, karena kita hidup di daerah yang mempunyai pemerintah dan kita bekerja di dalam otoritas suatu pemerintahan. Dengan adanya Pemerintahan Daerah akan mempermudah pemerintah dalam mengawasi proses dan program pindidikan, sehingga dunia pendidikan juga mendapatkan pengaruh positifnya.

B.  Rumusan Masalah
Mengapa  implementasi hasil amandemen UUD 1945 dalam Undang-undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah penting  bagi calon guru PKn?
BAB II
HASIL AMANDEMEN UUD 1945 DALAM UNDANG-UNDANG PEMERINTAHAN DAERAH

A.  Latar Belakang Amandemen UUD 1945
Keinginan politik untuk mengubah UUD 1945 di era reformasi didorong oleh pengalaman-pengalaman politik selama menjalankan UUD itu dalam dua periode, yakni periode yang disebut sebagai Orde Lama (1959-1966) dan periode yang disebut sebagai Orde Baru (1966-1998). UUD 1945 memang dibuat dalam keadaan tergesa-gesa, sehingga mengandung segi-segi kelemahan, yang memungkinkan munculnya pemerintahan diktator, baik terang-terangan maupun terselubung, sebagaimana ditunjukkan baik pada masa Presiden Soekarno maupun Presiden Soeharto. UUD 1945 sebelum amandemen, memberikan titik berat kekuasaan kepada Presiden. Majelis Permusyawaratan Rakyat, meskipun disebut sebagai pelaksana kedaulatan rakyat, dan penjelmaan seluruh rakyat, dalam kenyataannya susunan dan kedudukannya diserahkan untuk diatur dalam undang-undang. Keinginan politik untuk mengubah UUD 1945 di era reformasi didorong oleh pengalaman-pengalaman politik selama menjalankan UUD itu dalam dua periode, yakni periode yang disebut sebagai Orde Lama (1959-1966) dan periode yang disebut sebagai Orde Baru (1966-1998). Seperti saya katakan di awal ceramah ini, UUD 1945 memang dibuat dalam keadaan tergesa-gesa, sehingga mengandung segi-segi kelemahan, yang memungkinkan munculnya pemerintahan diktator, baik terang-terangan maupun terselubung, sebagaimana ditunjukkan baik pada masa Presiden Soekarno maupun Presiden Soeharto. UUD 1945 sebelum amandemen, memberikan titik berat kekuasaan kepada Presiden. Majelis Permusyawaratan Rakyat, meskipun disebut sebagai pelaksana kedaulatan rakyat, dan penjelmaan seluruh rakyat, dalam kenyataannya susunan dan kedudukannya diserahkan untuk diatur dalam undang-undang.
Keinginan untuk menata ulang kedudukan lembaga-lembaga negara, agar terciptanya check and balances juga terasa begitu kuatnya. Demikian pula keinginan untuk memperjuangkan tegaknya hukum dan pengakuan serta perlindungan terhadap hak asasi manusia. Keinginan untuk memberikan perhatian yang lebih besar kepada daerah-daerah juga demikian menguat, sehingga kewenangan-kewenangan Pemerintah Daerah juga perlu diperkuat, untuk mencegah terjadinya disintegrasi. Pada akhirnya, keinginan yang teguh untuk membangun kesejahteraan rakyat, yang telah lama menjadi harapan dan impian, terasa demikian menguat pada era reformasi. Itulah antara lain, latar belakang keinginan dan aspirasi yang mengiringi perubahan Undang-Undang Dasar 1945.

B.  Proses dan Perdebatan Mengenai Amandemen UUD 1945 Terkait Pemerintahan Daerah
Secara umum perumusan yang terkandung dalam pasal 18 ini tidak mensistematisir apa yang sesungguhnya harus diatur dalam UUD perihal otonomi daerah. Hampir semua obyek yang merupakan proporsi undang-undang diatur dalam pasal ini. Seperti soal, pembagian wilayah (ps 18 ayat 1), pemilihan kepala daerah dan DPRD (ps 18 ayat 3&4), sampai soal pengakuan terhadap masyarakat hukum adat (ps. 18B ayat 2). Kalaupun itu mau diatur dalam UUD, persoalan kemudian adalah bisa apa yang hendak ditekankan karena harus diatur (atribusi) lagi dalam undang-undang, dan apa yang hendak dikonsepsikan dalam konstitusi ini perihal pemerintahan daerah (otonomi daerah). Hal ini berkenaan dengan adanya beragam format pengaturan perundang-undangan tentang pemerintahan daerah/otonomi daerah, yakni di Amandemen Kedua UUD 1945, TAP MPR No. IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah dan UU No. 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah.
           Penggunaan kata “dibagi” dalam perumusan “Negara kesatuan RI dibagi atas daerah provinsi-provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota….” dapat menimbulkan kontradiksi. Karena pengertian “dibagi” ini tergantung dari interprestasi pemerintah pusat yang tidak didasari realitas dan aspirasi masing-masing daerah. Dan seharusnya digunakan kata terdiri yang lebih menunjukan prinsip independensi dan egalitarian dalam mewujudkan otonomi daerah. Dalam kasus lain, meskipun prinsip pemerintahan daerah dengan otonomi daerah itu merupakan hakikat dalam konteks negara kesatuan, namun disisi lain pada kenyataan adanya tuntutan untuk membebaskan daerah (merdeka) seperti Aceh dan Papua, serta kehendak untuk merubah bentuk negara kesatuan menjadi federalisme tidak bisa dinafikkan begitu saja. Sehingga penempatan konsep pemerintahan daerah ini dalam konstitusi masih manjadi kendala, karena bisa jadi itu bukan merupakan rumusan yang final berdasarkan kehendak politis seluruh rakyat Indonesia.


C.  Pasal-Pasal Perubahan UUD 1945 Mengenai Pemerintahan Daerah
Pasal-pasal hasil perubahan UUD 1946 yang mengatur tentang pemerintahan daerah adalah sebagai berikut:
Pasal 18
(1)     Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.
(2)     Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
(3)     Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.
(4)     Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai Kepala Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota dipilih secara demokratis.
(5)     Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat.
(6)     Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.
(7)     Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang.
Pasal 18A
(1)     Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan Undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.
(2)     Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.
Pasal 18B
(1)     Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan Undang-undang.
(2)     Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisonalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.
Pasal 20
(1)     Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang.
(2)     Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama.
(3)     Jika rancangan undang-undang itu tidak mendapat persetujuan bersama, rancangan undang-undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.
(4)     Presiden mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama untuk menjadi undang-undang.
(5)     Dalam hal rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak rancangan undang-undang tersebut disetujui, rancangan undang-undang tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan.
Pasal 23E ayat (2)
Hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sesuai dengan kewenangannya.

D.  Implementasi Hasil Amandemen pada Undang-Undang Pemerintahan Daerah di Indonesia
Karena wilayah Indonesia sangat luas maka tidak mungkin jika segala sesuatunya diurus seluruhnya oleh pemerintah yang berkedudukan di Ibu Kota Negara, maka perlu di bentuksuatu pemerintahan daerah yang secara langsung berhubungan dengan masyarakat.Sistem UUD 1945 diubah tampak jelas bahwa kehidupan semakin baik. Terlihat munculnya check adn balances secara lebih proporsional di dalam sistem ketatanegaraan.
          Dalam penyelenggaraan PEMDA sesuai dengan amanat Amandemen UUD 1945, Pemda yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan, masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan dan peran serta demokrasi, pemerataan, Keadilan, Keistimewaan dan Kekhususan suatu daerah dalam sistem NKRI.
Dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan, ke tiga asas pemerintahan harus dilaksanakan dengan memperhatikan asas-asas pemerintahan yang baik, antara lain : Kepastian hukum, Keadilan dan Kewajaran, Kesamaan, Cermat, Kesimbangan, Pengharapan yang wajar, Motivasi keputusan, Kebijaksanaan, Penyelenggaraan kepentingan umum, Perlindungan atas pandangan hidup serta Koordinasi dan Kesatuan arah.
Mengembangkan otonomi daerah secara luas,nyata dan bertanggung jawab dalam rangka pemberdayaan masyarakat, lembaga ekonomi, lembaga politik, lembaga hukum, lembaga keagamaan, lembaga adat dan lembaga swadaya masyarakat serta seluruh potensi masyarakat dalam wadah NKRI, mempercepat pembangunan ekonomi daerah yang efektif dan kuat dengan memberdayakan pelaku dan potensi ekonomi daerah serta memperhatikan penataan ruang, baik fisik maupun sosial sehingga terjadi pemerataan pertumbuhan ekonomi sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah.

E.  Perubahan Pemerintahan Daerah Pasca Amandemen
Pemerintahan Daerah kini telah mempunyai landasan hukum yang lebih kuat karena telah diatur secara lebih rinci dalam UUD 1945 yang telah diamandemen daripada sebelumnya. Dalam Bab VI UUD tersebut telah diatur antara lain jenjeng daerah otonom, asas pemerintahan, pemerintahan daerah dan cara pengisiannya, dll. Karena wilayah Indonesia sangat luas maka tidak mungkin jika segala sesuatunya diurus seluruhnya oleh pemerintah yang berkedudukan di Ibu Kota Negara, maka perlu di bentuksuatu pemerintahan daerah yang secara langsung berhubungan dengan masyarakat.
Peran pemerintah daerah dalam penyelenggaraan layanan publik menukjukan bahwa hampir semua daerah di Indonesia berusaha mempergunakan instrumen kebijakan yang bersifat wajib dalam memberikan layanan publik kepada masyarakat. Hampir setiap dinas atau bidang kewenangan yang adasejauh mungkin diperlengkapi dengan perangkat aturan yyang memungkinkannya menjalakan penyediaan sendiri layanan publik oleh pemerinyah daerah. Misalnya bidang pendidikan, kesehatan, informasi, kependudukan, dan pekerjaan umum menunjukan kecenderungan kuat untuk diselenggarakan oleh pemerintah daerah.
Untuk bidang lain dipergunakan instrumen kebijakan wajib yang lain lagi seperti regulasi. Hampir semua bidang diperlengkapi dengan perangkapi peraturan yang memungkinkan pemerintah daerah melakukan bentuk regulasi dalampelayanan publik. Beebagai macam perizinan di berbagai bidang telah menjadi instrumen kebijakan pelayanan publik dalam pemerintahan daerah. Segala macam perizinan ini secara formal untuk memberikan pelayanan yang lebih baik kepada mesyarakat sekaligus dipergunakan sebagai instrumen untuk meningkatkan penghasilan asli daerah.
Beberapa perubahan penting yang terkandung dalam kebijakan baru ini adalah menyangkut semangat memsukan kembali pertinbangan efisiensi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang partisipasif. Perubahan penting lainnya adalah penentuan Kepala Daerah yang dilakukan melalui cara pemilihan langusng oleh masyarakat tidak lagi memalui mekanisme pemilihan oleh DPRD. Selain itu, pembagian urusan kepada provinsi kini lebih dipertegas daripada yang diatur dalam UU sebalumnya.
Ada beberapa fase pertumbuhan pemerintahan daerah dari waktu ke waktu. Pertumbuhan tersebut yaitu: nilai efisiensi, nilai efisiensi dan partisipasi, demokrasi atau kedaulatan rakyat, stabilitas dan efisiensi, efisiemsi dan efektifitas pelayanan publik dan pembangunan, partisipasi dan demokrasi menuju keberagaman dalam penyelengaraan pemerintahan daerah.

F.   Kelemahan Dan Usul Perubahan Hasil Amandemen Mengenai Pemerintahan Daerah.
Dari amandemen pemerintahan daerah ada beberapa kelemahan atas pelaksanaan tugas-tugasnya. Kelemahan tersebut antara lain adalah tidak ada keseragaman peraturan di daerah karena setiap daerah membuat peraturan sendiri-sendiri. Kurang hemat dalam menggunakan uang negara. Pada daerah khusus, euforia yang berlebihan dimana wewenang itu hanya menguntungkan pihak tertentu atau golongan serta dipergunakan untuk mengeruk keuntungan para oknum atau pribadi. Hal ini terjadi karena sulit dikontrol oleh pemerinah pusat.
           Permasalahan-permasalahan mendasar yang dihadapi dalam penyelenggaraan otonomi daerah antara lain sebagai berikut :
1.      Penyelenggaraan otonomi daerah oleh pemerintah pusat selama ini cenderung tidak di anggap sebagai amanat konstitusi, sehingga proses desentralisasi menjadi tersumbat.
2.      Kuatnya kebijakan sentralisasi membuat semakin tingginya ketergantungan daerah-daerah kepada pusat yang nyaris mematikan kreativitas masyarakat beserta seluruh perangkat pemerintah di daerah.
3.      Adanya kesenjangan yang lebar antara daerah dan pusat dan antar daerah sendiri dalam kepemilikan sumber daya alam, sumber daya budaya, infrastruktur ekonomi dan tingkat kualitas sumber daya manusia.
4.      Adanya kepentingan melekat pada berbagai pihak yang menghambat penyelenggaraan otonomi daerah.


BAB III
CALON GURU PKn

A.  Kompetensi Guru PKn
Sebagai sebuah profesi, guru PKn dituntut memiliki empat (4) kompetensi  yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional (UU No 14 tahun 2005; Permendiknas No 16 tahun 2007). Yang dimaksud dengan kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik. Yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi  teladan peserta didik. Yang dimaksud dengan kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam. Yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Jadi adalah suatu hal yang ideal apabila keempat kompetensi tersebut terintegrasi dalam kinerja seorang guru.

B.  Kurikulum PKn
Sejalan dengan seringnya perubahan nama atau label mata pelajaran PKn dari masa ke masa maka ruang lingkup materi PKn pun mengalami perubahan sejalan dengan dinamika dan kepentingan politik. Dalam kurikulum 1957, isi pelajaran Kewarganegaraan membahas cara-cara memperoleh kewarganegaraan dan cara-cara kehilangan kewarganegaraan Indonesia; sedangkan isi materi mata pelajaran Civics pada tahun 1961 adalah sejarah kebangkitan nasional, UUD, pidato politik kenegaraan, yang terutama diarahkan untuk "nations and character building" bangsa Indonesia. Dalam kurikulum 1968, muatan bahan PKN (Civic Education) sangat luas, karena bukan hanya membahas Civics dan UUD 1945, tetapi meliputi pula muatan sejarah kebangsaan Indonesia dan bahkan di Sekolah Dasar mencakup ilmu bumi.
Selanjutnya, dalam standar kompetensi kurikulum PKn 2004 diuraikan bahwa ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan ditekankan pada bidang kajian Sistem Berbangsa dan Bernegara dengan aspek-aspeknya sebagai berikut.
  1. Persatuan bangsa.
  2. Nilai dan norma (agama, kesusilaan, kesopanan dan hukum).
  3. Hak asasi manusia.
  4. Kebutuhan hidup warga negara.
  5. Kekuasaan dan politik.
  6. Masyarakat demokratis.
  7. Pancasila dan konstitusi negara.
  8. Globalisasi.
Menurut pandangan Suryadi dan Somardi (2000) sistem kehidupan bernegara (sebagai bidang kajian PKn) merupakan struktur dasar bagi pengembangan pendidikan kewarganegaraan. Konsep negara tersebut didekati dari sudut pandang sistem, di mana komponen-komponen dasar sistem tata kehidupan bernegara terdiri atas sistem personal, sistem kelembagaan, sistem normatif, sistem kewilayahan, dan sistem ideologis sebagai faktor integratif bagi seluruh komponen.

BAB IV
PENTINGNYA PEMAHAMAN IMPLEMENTASI HASIL AMANDEMEN UUD 1945 DALAM UNDANG-UNDANG NO 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH BAGI CALON GURU PKN

            Daerah otonom adalah kesatuan masyarakat umum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ukuran Negara Kesatuan Republik Indonesia.
            Efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan PEMDA perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antar susunan pemerintahan dan antar pemerintahan daerah, potensi dan keanekaragaman daerah, peluang dan tatanan persaingan global dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara.
          Sebagai calon guru Pendidikan Kewarganegaraan kita harus tau dan faham tentang implementasi Undang-undang pemerintahan daerah agar supaya kita dalam menjalan tugas dapat berjalan maksimal, kerena tidak bisa kita pungkiri nanti kedepannya kita sebagai guru tidak lepas dari suatu pemerintahan dan kita berada dalam pemerintah daerah.
  
BAB V
KESIMPULAN

Pemerintahan Daerah kini telah mempunyai landasan hukum yang lebih kuat karena telah diatur secara lebih rinci dalam UUD 1945 yang telah diamandemen daripada sebelumnya. Dalam Bab VI UUD tersebut telah diatur antara lain jenjeng daerah otonom, asas pemerintahan, pemerintahan daerah dan cara pengisiannya, dll. Karena wilayah Indonesia sangat luas maka tidak mungkin jika segala sesuatunya diurus seluruhnya oleh pemerintah yang berkedudukan di Ibu Kota Negara, maka perlu di bentuksuatu pemerintahan daerah yang secara langsung berhubungan dengan masyarakat.
Setelah perubahan atau amandemen UU masih saja ada kelemahan-kelemahan dalam implementasinya di kesehariannya. Kelemahan tersebut antara lain adalah tidak ada keseragaman peraturan di daerah karena setiap daerah membuat peraturan sendiri-sendiri. Kurang hemat dalam menggunakan uang negara. Pada daerah khusus, euforia yang berlebihan dimana wewenang itu hanya menguntungkan pihak tertentu atau golongan serta dipergunakan untuk mengeruk keuntungan para oknum atau pribadi. Hal ini terjadi karena sulit dikontrol oleh pemerinah pusat.
Guru PKn perlu memahami tentang implementasi hasil amandemen UUD 1945, terkait dengan Undang-undang Pemerintahan Daerah di Indonesia, supaya nenti dalam menjalankan kewajiban sebagai guru bisa menjalankan tugasnya semaksimal mungkin, terkait dengan Undang-undang Pemerintahan Daerah.

DAFTAR PUSTAKA










Huda, Ni'matul . 2008. UUD 1945 dan Gagasan Amandemen Ulang. Jakarta: Rajawali Pers

Ibrahim, Jimmi Mohammad. 1991 . Prospek otonomi daerah: dalam rangka memberikan perananyang lebih besar kepada pemerintah daerah tingkat II. Semarang: Dahara Prize

Ichsan, M., Supriyono, B., & Muluk, M.R.K. 2003. Variasi Cakupan Peran Pelayanan Publik Pemerintahan Daerah. LPM Unibraw dan Bappenas.

Kusnardi, Moh. Dkk. 1983. Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: CV. Sinar Bakti.

Lubis, M. Solly.1983. Perkembangan  Garis Politik dan Perundang-undangan Pemerintahan Daerah. Bandung: Penerbit Alumni.

MD, Moh. Mahfud. 2009. Komstitusi dan Hukum Dalam Kontroversi Isu. Jakarta: Rajawali Pers.

Muluk, M. R. Khairul. 2006. Desentralisasi & Pemerintahan Daerah. Malang: Bayumadia Publishing.

Muluk, M. R. Khairul. 2009. Peta Konsep Dedentralisasi Dan Pemerintahan Daerah. Surabaya: ITS Pers.

Munir, Badrul. 2002. Perencanaan Pembangunan Daerah Dalam Perspektif Otonomi Daerah. Mataram: Bappeda.

Ranadireksa, Hendarmin. 2002. Amandemen UUD 45: Menuju Konstitusi Yang Berkedaulatanrakyat . Jakarta:  Jakarta Yayasan Pancur Siwah

Soemantri, Sri. 1979. Presepsi Terhadap Prosedur dan Sisitem Perubahan KonstitusiDalam Batang Tubuh Undang-undang Dasar 1945. Bandung: Alumni.

Syaukani, dkk. 2002. Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan. Yogyakarta: Pustaka pelajar.

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.

Widjaja, HAW. 2003. Otonomi Desa Merupakan Otonomi yang Asli, Bulat dan Utuh. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.