BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sejak
proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, kebijakan desentralisasi telah
mengalami beberapa kali perubahan yang ditandai dengan pasang surutnya derajat
desenralisasi pemerintahan. Perubahan kebijakan desentralisasi ini menandai
pula arah pendulum yang sering kali berubah antara structural efficiency model dan local
democracy model. Era reformasi telah mencatat arah pendulum menuju local
democracy model sesuai semangat yang dikedepankan dalam UU Nomor 22 tahun
1999. UU tersebutt telah diganti dengan UU Nomor 32 tahun 2004 yang berusaha mempertemukan
semangat efisiensi dan demokrasi, namun semagat local democracy model masih nampak dominan pengaruh tentang Pilkada
langsung.
Sebagai
calon guru PKn kita harus mengerti dan memhami tentang Pemerintahan Daerah,
karena kita hidup di daerah yang mempunyai pemerintah dan kita bekerja di dalam
otoritas suatu pemerintahan. Dengan adanya Pemerintahan Daerah akan mempermudah
pemerintah dalam mengawasi proses dan program pindidikan, sehingga dunia
pendidikan juga mendapatkan pengaruh positifnya.
B.
Rumusan Masalah
Mengapa implementasi hasil amandemen UUD 1945 dalam
Undang-undang No 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah penting bagi calon guru PKn?
BAB II
HASIL
AMANDEMEN UUD 1945 DALAM UNDANG-UNDANG PEMERINTAHAN DAERAH
A.
Latar
Belakang Amandemen UUD 1945
Keinginan
politik untuk mengubah UUD 1945 di era reformasi didorong oleh
pengalaman-pengalaman politik selama menjalankan UUD itu dalam dua periode,
yakni periode yang disebut sebagai Orde Lama (1959-1966) dan periode yang
disebut sebagai Orde Baru (1966-1998). UUD 1945 memang dibuat dalam keadaan
tergesa-gesa, sehingga mengandung segi-segi kelemahan, yang memungkinkan
munculnya pemerintahan diktator, baik terang-terangan maupun terselubung,
sebagaimana ditunjukkan baik pada masa Presiden Soekarno maupun Presiden
Soeharto. UUD 1945 sebelum amandemen, memberikan titik berat kekuasaan kepada
Presiden. Majelis Permusyawaratan Rakyat, meskipun disebut sebagai pelaksana
kedaulatan rakyat, dan penjelmaan seluruh rakyat, dalam kenyataannya susunan
dan kedudukannya diserahkan untuk diatur dalam undang-undang. Keinginan politik
untuk mengubah UUD 1945 di era reformasi didorong oleh pengalaman-pengalaman
politik selama menjalankan UUD itu dalam dua periode, yakni periode yang
disebut sebagai Orde Lama (1959-1966) dan periode yang disebut sebagai Orde
Baru (1966-1998). Seperti saya katakan di awal ceramah ini, UUD 1945 memang
dibuat dalam keadaan tergesa-gesa, sehingga mengandung segi-segi kelemahan,
yang memungkinkan munculnya pemerintahan diktator, baik terang-terangan maupun
terselubung, sebagaimana ditunjukkan baik pada masa Presiden Soekarno maupun
Presiden Soeharto. UUD 1945 sebelum amandemen, memberikan titik berat kekuasaan
kepada Presiden. Majelis Permusyawaratan Rakyat, meskipun disebut sebagai
pelaksana kedaulatan rakyat, dan penjelmaan seluruh rakyat, dalam kenyataannya
susunan dan kedudukannya diserahkan untuk diatur dalam undang-undang.
Keinginan
untuk menata ulang kedudukan lembaga-lembaga negara, agar terciptanya check
and balances juga terasa begitu kuatnya. Demikian pula keinginan untuk
memperjuangkan tegaknya hukum dan pengakuan serta perlindungan terhadap hak
asasi manusia. Keinginan untuk memberikan perhatian yang lebih besar kepada
daerah-daerah juga demikian menguat, sehingga kewenangan-kewenangan Pemerintah
Daerah juga perlu diperkuat, untuk mencegah terjadinya disintegrasi. Pada
akhirnya, keinginan yang teguh untuk membangun kesejahteraan rakyat, yang telah
lama menjadi harapan dan impian, terasa demikian menguat pada era reformasi.
Itulah antara lain, latar belakang keinginan dan aspirasi yang mengiringi
perubahan Undang-Undang Dasar 1945.
B.
Proses
dan Perdebatan Mengenai Amandemen UUD 1945 Terkait Pemerintahan Daerah
Secara umum perumusan yang
terkandung dalam pasal 18 ini tidak mensistematisir apa yang sesungguhnya harus
diatur dalam UUD perihal otonomi daerah. Hampir semua obyek yang merupakan
proporsi undang-undang diatur dalam pasal ini. Seperti soal, pembagian wilayah
(ps 18 ayat 1), pemilihan kepala daerah dan DPRD (ps 18 ayat 3&4), sampai
soal pengakuan terhadap masyarakat hukum adat (ps. 18B ayat 2). Kalaupun itu
mau diatur dalam UUD, persoalan kemudian adalah bisa apa yang hendak ditekankan karena harus diatur (atribusi)
lagi dalam undang-undang, dan apa yang hendak dikonsepsikan dalam konstitusi
ini perihal pemerintahan daerah (otonomi daerah). Hal ini berkenaan dengan
adanya beragam format pengaturan perundang-undangan tentang pemerintahan
daerah/otonomi daerah, yakni di Amandemen Kedua UUD 1945, TAP MPR No.
IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah
dan UU No. 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah.
Penggunaan
kata “dibagi” dalam perumusan “Negara kesatuan RI dibagi atas daerah
provinsi-provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota….”
dapat menimbulkan kontradiksi. Karena pengertian “dibagi” ini tergantung dari
interprestasi pemerintah pusat yang tidak didasari realitas dan aspirasi
masing-masing daerah. Dan seharusnya digunakan kata terdiri yang lebih
menunjukan prinsip independensi dan egalitarian dalam mewujudkan otonomi
daerah. Dalam kasus lain, meskipun prinsip pemerintahan daerah dengan otonomi
daerah itu merupakan hakikat dalam konteks negara kesatuan, namun disisi lain
pada kenyataan adanya tuntutan untuk membebaskan daerah (merdeka) seperti Aceh
dan Papua, serta kehendak untuk merubah bentuk negara kesatuan menjadi
federalisme tidak bisa dinafikkan begitu saja. Sehingga penempatan konsep pemerintahan
daerah ini dalam konstitusi masih manjadi kendala, karena bisa jadi itu bukan
merupakan rumusan yang final berdasarkan kehendak politis seluruh rakyat
Indonesia.
C.
Pasal-Pasal
Perubahan UUD 1945 Mengenai Pemerintahan Daerah
Pasal-pasal
hasil perubahan UUD 1946 yang mengatur tentang pemerintahan daerah adalah
sebagai berikut:
Pasal 18
(1)
Negara
Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah
provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi,
kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan
undang-undang.
(2)
Pemerintahan
daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
(3)
Pemerintahan
daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.
(4)
Gubernur,
Bupati dan Walikota masing-masing sebagai Kepala Pemerintah Daerah Provinsi,
Kabupaten dan Kota dipilih secara demokratis.
(5)
Pemerintah
daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang
oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat.
(6)
Pemerintahan
daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan
otonomi dan tugas pembantuan.
(7)
Susunan
dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang.
Pasal 18A
(1)
Hubungan
wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan
kota atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan Undang-undang
dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.
(2)
Hubungan
keuangan, pelayanan umum, pemanfatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya
antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara
adil dan selaras berdasarkan undang-undang.
Pasal 18B
(1)
Negara
mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus
atau bersifat istimewa yang diatur dengan Undang-undang.
(2)
Negara
mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak
tradisonalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat
dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam
undang-undang.
Pasal 20
(1)
Dewan
Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang.
(2)
Setiap
rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk
mendapat persetujuan bersama.
(3)
Jika
rancangan undang-undang itu tidak mendapat persetujuan bersama, rancangan
undang-undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan
Rakyat masa itu.
(4)
Presiden
mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama untuk menjadi
undang-undang.
(5)
Dalam
hal rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama tersebut tidak
disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak rancangan
undang-undang tersebut disetujui, rancangan undang-undang tersebut sah menjadi
undang-undang dan wajib diundangkan.
Pasal 23E ayat (2)
Hasil pemeriksaan keuangan negara
diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah, sesuai dengan kewenangannya.
D.
Implementasi
Hasil Amandemen pada Undang-Undang Pemerintahan Daerah di Indonesia
Karena
wilayah Indonesia sangat luas maka tidak mungkin jika segala sesuatunya diurus
seluruhnya oleh pemerintah yang berkedudukan di Ibu Kota Negara, maka perlu di
bentuksuatu pemerintahan daerah yang secara langsung berhubungan dengan
masyarakat.Sistem UUD 1945 diubah tampak jelas bahwa kehidupan semakin baik.
Terlihat munculnya check adn balances
secara lebih proporsional di dalam sistem ketatanegaraan.
Dalam penyelenggaraan PEMDA sesuai dengan amanat Amandemen UUD 1945, Pemda yang
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan, masyarakat
melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan dan peran serta demokrasi,
pemerataan, Keadilan, Keistimewaan dan Kekhususan suatu daerah dalam sistem
NKRI.
Dalam praktek penyelenggaraan
pemerintahan, ke tiga asas pemerintahan harus dilaksanakan dengan memperhatikan
asas-asas pemerintahan yang baik, antara lain : Kepastian hukum, Keadilan dan
Kewajaran, Kesamaan, Cermat, Kesimbangan, Pengharapan yang wajar, Motivasi
keputusan, Kebijaksanaan, Penyelenggaraan kepentingan umum, Perlindungan atas
pandangan hidup serta Koordinasi dan Kesatuan arah.
Mengembangkan otonomi daerah secara
luas,nyata dan bertanggung jawab dalam rangka pemberdayaan masyarakat, lembaga
ekonomi, lembaga politik, lembaga hukum, lembaga keagamaan, lembaga adat dan
lembaga swadaya masyarakat serta seluruh potensi masyarakat dalam wadah NKRI,
mempercepat pembangunan ekonomi daerah yang efektif dan kuat dengan
memberdayakan pelaku dan potensi ekonomi daerah serta memperhatikan penataan
ruang, baik fisik maupun sosial sehingga terjadi pemerataan pertumbuhan ekonomi
sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah.
E. Perubahan Pemerintahan
Daerah Pasca Amandemen
Pemerintahan Daerah kini telah mempunyai landasan hukum
yang lebih kuat karena telah diatur secara lebih rinci dalam UUD 1945 yang
telah diamandemen daripada sebelumnya. Dalam Bab VI UUD tersebut telah diatur antara
lain jenjeng daerah otonom, asas pemerintahan, pemerintahan daerah dan cara
pengisiannya, dll. Karena wilayah Indonesia sangat luas maka tidak mungkin jika
segala sesuatunya diurus seluruhnya oleh pemerintah yang berkedudukan di Ibu
Kota Negara, maka perlu di bentuksuatu pemerintahan daerah yang secara langsung
berhubungan dengan masyarakat.
Peran pemerintah daerah dalam penyelenggaraan layanan
publik menukjukan bahwa hampir semua daerah di Indonesia berusaha mempergunakan
instrumen kebijakan yang bersifat wajib dalam memberikan layanan publik kepada
masyarakat. Hampir setiap dinas atau bidang kewenangan yang adasejauh mungkin
diperlengkapi dengan perangkat aturan yyang memungkinkannya menjalakan
penyediaan sendiri layanan publik oleh pemerinyah daerah. Misalnya bidang
pendidikan, kesehatan, informasi, kependudukan, dan pekerjaan umum menunjukan
kecenderungan kuat untuk diselenggarakan oleh pemerintah daerah.
Untuk bidang lain dipergunakan instrumen kebijakan wajib
yang lain lagi seperti regulasi. Hampir semua bidang diperlengkapi dengan
perangkapi peraturan yang memungkinkan pemerintah daerah melakukan bentuk
regulasi dalampelayanan publik. Beebagai macam perizinan di berbagai bidang
telah menjadi instrumen kebijakan pelayanan publik dalam pemerintahan daerah.
Segala macam perizinan ini secara formal untuk memberikan pelayanan yang lebih
baik kepada mesyarakat sekaligus dipergunakan sebagai instrumen untuk
meningkatkan penghasilan asli daerah.
Beberapa perubahan penting yang terkandung dalam
kebijakan baru ini adalah menyangkut semangat memsukan kembali pertinbangan
efisiensi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang partisipasif.
Perubahan penting lainnya adalah penentuan Kepala Daerah yang dilakukan melalui
cara pemilihan langusng oleh masyarakat tidak lagi memalui mekanisme pemilihan
oleh DPRD. Selain itu, pembagian urusan kepada provinsi kini lebih dipertegas
daripada yang diatur dalam UU sebalumnya.
Ada beberapa fase pertumbuhan pemerintahan daerah dari
waktu ke waktu. Pertumbuhan tersebut yaitu: nilai efisiensi, nilai efisiensi
dan partisipasi, demokrasi atau kedaulatan rakyat, stabilitas dan efisiensi,
efisiemsi dan efektifitas pelayanan publik dan pembangunan, partisipasi dan
demokrasi menuju keberagaman dalam penyelengaraan pemerintahan daerah.
F.
Kelemahan
Dan Usul Perubahan Hasil Amandemen Mengenai Pemerintahan Daerah.
Dari
amandemen pemerintahan daerah ada beberapa kelemahan atas pelaksanaan
tugas-tugasnya. Kelemahan tersebut antara lain adalah tidak ada keseragaman peraturan di
daerah karena setiap daerah membuat peraturan sendiri-sendiri. Kurang hemat dalam menggunakan uang negara. Pada daerah khusus, euforia yang berlebihan dimana
wewenang itu hanya menguntungkan pihak tertentu atau golongan serta
dipergunakan untuk mengeruk keuntungan para oknum atau pribadi. Hal ini terjadi
karena sulit dikontrol oleh pemerinah pusat.
Permasalahan-permasalahan
mendasar yang dihadapi dalam penyelenggaraan
otonomi daerah antara lain sebagai berikut :
1.
Penyelenggaraan otonomi daerah oleh
pemerintah pusat selama ini cenderung tidak di anggap sebagai amanat
konstitusi, sehingga proses desentralisasi menjadi tersumbat.
2.
Kuatnya kebijakan sentralisasi
membuat semakin tingginya ketergantungan daerah-daerah kepada pusat yang nyaris
mematikan kreativitas masyarakat beserta seluruh perangkat pemerintah di
daerah.
3.
Adanya kesenjangan yang lebar antara
daerah dan pusat dan antar daerah sendiri dalam kepemilikan sumber daya alam,
sumber daya budaya, infrastruktur ekonomi dan tingkat kualitas sumber daya
manusia.
4.
Adanya kepentingan melekat pada berbagai
pihak yang menghambat penyelenggaraan otonomi daerah.
BAB III
CALON GURU PKn
A.
Kompetensi
Guru PKn
Sebagai sebuah profesi, guru PKn dituntut memiliki empat (4)
kompetensi yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional
(UU No 14 tahun 2005; Permendiknas No 16 tahun 2007). Yang dimaksud dengan
kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik.
Yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang
mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan
peserta didik. Yang dimaksud dengan kompetensi profesional adalah kemampuan
penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam. Yang dimaksud dengan
kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi
secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orangtua/wali
peserta didik, dan masyarakat sekitar. Jadi adalah suatu hal yang ideal apabila
keempat kompetensi tersebut terintegrasi dalam kinerja seorang guru.
B.
Kurikulum
PKn
Sejalan
dengan seringnya perubahan nama atau label mata pelajaran PKn dari masa ke masa
maka ruang lingkup materi PKn pun mengalami perubahan sejalan dengan dinamika dan kepentingan politik. Dalam
kurikulum 1957, isi pelajaran Kewarganegaraan membahas cara-cara memperoleh
kewarganegaraan dan cara-cara kehilangan kewarganegaraan Indonesia; sedangkan
isi materi mata pelajaran Civics pada tahun 1961 adalah sejarah kebangkitan
nasional, UUD, pidato politik kenegaraan, yang terutama diarahkan untuk "nations
and character building" bangsa Indonesia. Dalam kurikulum 1968, muatan
bahan PKN (Civic Education) sangat luas, karena bukan hanya membahas Civics dan
UUD 1945, tetapi meliputi pula muatan sejarah kebangsaan Indonesia dan bahkan
di Sekolah Dasar mencakup ilmu bumi.
Selanjutnya,
dalam standar kompetensi kurikulum PKn 2004 diuraikan bahwa ruang lingkup mata
pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan ditekankan pada bidang kajian Sistem
Berbangsa dan Bernegara dengan aspek-aspeknya sebagai berikut.
- Persatuan
bangsa.
- Nilai
dan norma (agama, kesusilaan, kesopanan dan hukum).
- Hak
asasi manusia.
- Kebutuhan
hidup warga negara.
- Kekuasaan
dan politik.
- Masyarakat
demokratis.
- Pancasila
dan konstitusi negara.
- Globalisasi.
Menurut pandangan Suryadi dan
Somardi (2000) sistem kehidupan bernegara (sebagai bidang kajian PKn) merupakan
struktur dasar bagi pengembangan pendidikan kewarganegaraan. Konsep negara
tersebut didekati dari sudut pandang sistem, di mana komponen-komponen dasar
sistem tata kehidupan bernegara terdiri atas sistem personal, sistem
kelembagaan, sistem normatif, sistem kewilayahan, dan sistem ideologis sebagai
faktor integratif bagi seluruh komponen.
BAB IV
PENTINGNYA
PEMAHAMAN IMPLEMENTASI HASIL AMANDEMEN UUD 1945 DALAM UNDANG-UNDANG NO 32 TAHUN
2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH BAGI CALON GURU PKN
Daerah
otonom adalah kesatuan masyarakat umum yang mempunyai batas daerah tertentu
berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ukuran Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Efisiensi
dan efektivitas penyelenggaraan PEMDA perlu ditingkatkan dengan lebih
memperhatikan aspek-aspek hubungan antar susunan pemerintahan dan antar
pemerintahan daerah, potensi dan keanekaragaman daerah, peluang dan tatanan
persaingan global dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada
daerah disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi
daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara.
Sebagai calon guru Pendidikan
Kewarganegaraan kita harus tau dan faham tentang implementasi Undang-undang
pemerintahan daerah agar supaya kita dalam menjalan tugas dapat berjalan
maksimal, kerena tidak bisa kita pungkiri nanti kedepannya kita sebagai guru
tidak lepas dari suatu pemerintahan dan kita berada dalam pemerintah daerah.
BAB V
KESIMPULAN
Pemerintahan Daerah kini telah mempunyai landasan hukum
yang lebih kuat karena telah diatur secara lebih rinci dalam UUD 1945 yang
telah diamandemen daripada sebelumnya. Dalam Bab VI UUD tersebut telah diatur
antara lain jenjeng daerah otonom, asas pemerintahan, pemerintahan daerah dan
cara pengisiannya, dll. Karena wilayah Indonesia sangat luas maka tidak mungkin
jika segala sesuatunya diurus seluruhnya oleh pemerintah yang berkedudukan di
Ibu Kota Negara, maka perlu di bentuksuatu pemerintahan daerah yang secara
langsung berhubungan dengan masyarakat.
Setelah perubahan atau amandemen UU masih saja ada
kelemahan-kelemahan dalam implementasinya di kesehariannya. Kelemahan tersebut
antara lain adalah tidak ada
keseragaman peraturan di daerah karena setiap
daerah membuat peraturan sendiri-sendiri. Kurang hemat dalam menggunakan uang negara. Pada daerah khusus, euforia yang berlebihan dimana
wewenang itu hanya menguntungkan pihak tertentu atau golongan serta
dipergunakan untuk mengeruk keuntungan para oknum atau pribadi. Hal ini terjadi
karena sulit dikontrol oleh pemerinah pusat.
Guru
PKn perlu memahami tentang implementasi hasil amandemen UUD 1945, terkait
dengan Undang-undang Pemerintahan Daerah di Indonesia, supaya nenti dalam
menjalankan kewajiban sebagai guru bisa menjalankan tugasnya semaksimal
mungkin, terkait dengan Undang-undang Pemerintahan Daerah.
DAFTAR PUSTAKA
Ibrahim, Jimmi Mohammad. 1991 . Prospek otonomi daerah: dalam rangka memberikan
perananyang lebih besar kepada pemerintah daerah tingkat II. Semarang:
Dahara Prize
Ichsan, M., Supriyono, B., & Muluk, M.R.K. 2003. Variasi Cakupan Peran Pelayanan Publik
Pemerintahan Daerah. LPM Unibraw dan Bappenas.
Kusnardi, Moh. Dkk. 1983. Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: CV. Sinar Bakti.
Lubis, M. Solly.1983. Perkembangan Garis Politik dan Perundang-undangan
Pemerintahan Daerah. Bandung: Penerbit Alumni.
MD, Moh. Mahfud. 2009. Komstitusi dan Hukum Dalam Kontroversi Isu. Jakarta: Rajawali Pers.
Muluk, M. R. Khairul. 2006. Desentralisasi & Pemerintahan Daerah. Malang: Bayumadia
Publishing.
Muluk, M. R. Khairul. 2009. Peta Konsep Dedentralisasi Dan Pemerintahan Daerah. Surabaya: ITS
Pers.
Munir, Badrul. 2002. Perencanaan
Pembangunan Daerah Dalam Perspektif Otonomi Daerah. Mataram: Bappeda.
2002.
Amandemen UUD 45: Menuju
Konstitusi Yang Berkedaulatanrakyat .
Jakarta: Jakarta Yayasan
Pancur Siwah
Soemantri, Sri. 1979. Presepsi
Terhadap Prosedur dan Sisitem Perubahan KonstitusiDalam Batang Tubuh
Undang-undang Dasar 1945. Bandung: Alumni.
Syaukani, dkk. 2002. Otonomi
Daerah Dalam Negara Kesatuan. Yogyakarta: Pustaka pelajar.
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan
Daerah.
Widjaja, HAW. 2003. Otonomi
Desa Merupakan Otonomi yang Asli, Bulat dan Utuh. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada.